Cabjari Deli Serdang di Pancurbatu Eksekusi Yanty, Terpidana Penganiayaan Putusan MA

Yanty, seorang terpidana kasus penganiayaan, untuk menjalani hukuman 6 bulan penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. (Foto: Istimewa) 

MEDAN (ISTIMEWADAILY) – Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deli Serdang di Pancurbatu mengeksekusi Yanty, seorang terpidana kasus penganiayaan, untuk menjalani hukuman 6 bulan penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

“Benar. Pada hari Selasa (3/6/2025) terpidana Yanty datang ke Kantor Cabjari Deli Serdang di Pancurbatu untuk menjalani eksekusi hukuman penjara selama enam bulan, berdasarkan putusan kasasi MA yang telah inkrah,” kata Kepala Cabjari Deli Serdang di Pancurbatu Yus Iman Mawardin Harefa ketika dihubungi dari Medan, Rabu (4/6/2025).

Namun, eksekusi tersebut sempat diwarnai kericuhan. Sebab, suami terpidana memprotes pelaksanaan eksekusi dan menyatakan keberatan dengan menyebut bahwa Kejaksaan tidak adil dan menerima bayaran untuk mengeksekusi terpidana.

Menanggapi hal tersebut, Yus Iman menegaskan bahwa pihaknya telah menjalankan tugas sesuai prosedur dan aturan hukum yang berlaku. 

Bahkan sebelumnya, pihaknya telah melayangkan 5 kali panggilan resmi kepada terpidana untuk hadir ke Kantor Cabjari Deli Serdang di Pancurbatu untuk menjalani eksekusi, namun tidak diindahkan.

“Terpidana sudah dipanggil secara resmi sebanyak lima kali. Karena tidak juga hadir, jaksa penuntut umum (JPU) Tantra Perdana Sani sempat melakukan upaya jemput paksa pada Rabu, 28 Mei 2025. Namun saat itu pihak keluarga meminta penundaan dengan alasan terpidana sedang sakit,” ujar Yus Iman Harefa.

Pihak keluarga kemudian membuat surat pernyataan bahwa terpidana Yanty akan menyerahkan diri pada Selasa (3/6/2025). Namun saat tiba di kantor kejaksaan untuk memenuhi janjinya, justru terjadi keributan dan tudingan miring kepada institusi kejaksaan.

“Kami menjalankan tugas sesuai amanat undang-undang. Jaksa merupakan eksekutor yang bertanggung jawab atas pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.

Kasus yang menjerat terpidana Yanty bermula dari laporan penganiayaan terhadap korban bernama Lili Kamso. Dalam proses persidangan, terpidana Yanty dituntut pidana penjara 1 tahun, karena dinilai melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Pada 25 Juli 2024, Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam menjatuhkan vonis 4 bulan penjara kepada terpidana Yanty. Namun, dalam upaya banding, Pengadilan Tinggi (PT) Medan memperberat hukuman menjadi 6 bulan. 

Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh MA melalui putusan kasasi Nomor: 547 K/PID/2025, yang menguatkan putusan banding Nomor: 1680/PID/2024/PT MDN.

“Dengan putusan kasasi tersebut, maka hukuman enam bulan penjara yang dijatuhkan kepada terpidana bersifat final dan mengikat, serta wajib dilaksanakan,” tambah Yus Iman Harefa.

Pihaknya juga menanggapi isu yang beredar di media sosial yang menyebutkan bahwa terpidana Yanty adalah korban kriminalisasi. Menurutnya, narasi tersebut bersifat opini dan menyesatkan, sebab proses hukum terhadap terhadap Yanty telah berjalan sesuai aturan.

“Permohonan dari pihak terpidana dan penasihat hukumnya untuk penangguhan dengan alasan kemanusiaan tidak dapat dikabulkan karena proses hukum sudah tuntas dan putusan sudah inkrah. Ini bukan lagi tahapan persidangan, tapi pelaksanaan hukuman,” tegas dia.

Ia menambahkan saat ini pihaknya telah mengeksekusi terpidana Yanty ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Medan.

“Terpidana telah dieksekusi ke Lapas Perempuan Tanjung Gusta Medan untuk menjalani hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan,” jelasnya. (zul


أحدث أقدم

Tag Terpopuler